IMPLEMENTASI UU KIP MENCEGAH
KORUPSI SEKALIGUS MEMBUKA LAHAN UNTUK EKSPLOITASI BADAN PUBLIK
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Salah satu sektor penting dalam peningkatan
kapasitas, kualitas serta kuantitas pemerintahan daerah adalah terbentuknya
suatu sistem organisasi pemerintahan yang memiliki akuntabilitas pelayanan yang
baik. Praktik akuntabilitas tersebut harus menjadi prioritas utama dalam
membangun. Sebagai contoh adalah, sistem pemerintahan memiliki akuntabilitas
terkait pelayanan publik yang baik.
Peningkatan kualitas pelayanan publik
merupakan salah satu agenda reformasi birokrasi, yang bertitik tolak dari
kenyataan buruk kondisi factual kualitas pelayanan publik yang sebagian besar
ditentukan oleh kualitas sikap dan karakter aparatur pemerintah yang tidak
terpuji, korup, dan tidak bertanggung jawab.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
orientasi pada kekuasaan yang amat kuat selama ini telah membuat birokrasi
menjadi semakin jauh dari misinya untuk memberikan pelayanan publik. Birokrasi
dan para pejabatnya lebih menempatkan dirinya sebagai penguasa dari pada
sebagai pelayanan masyarakat. Akibatnya sikap dan perilaku birokrasi dalam
penyelegaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan
masyarakat. Berkembangnya budaya paternalistik ikut memperburuk sistem
pelayanan publik melalui penempatan kepentingan elite politik dan birokrasi
sebagai variabel yang dominan dalam penyelengaraan pelayanan publik
Berbagai pendekatan
pemberantasan korupsi yang telah dijalankan Pemerintah Indonesia, seperti
diketahui lebih cenderung ke arah represif. Hal ini juga yang merupakan
paradigma yang berkembang di masyarakat, bahwa pendekatan tersebut dinilai
sebagai upaya yang efektif untuk menimbulkan efek jera.
Masyarakat
Indonesia kini sudah semakin menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga
negara. Aspek kemudahan dan kecepatan dalam layanan administratif menjadi
tuntutan di tengah masyarakat yang kian dinamis ini. Kendati Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah sudah banyak melakukan perbaikan atau pembenahan pada
pelayanan publik, tapi praktiknya, masyarakat masih belum merasakan manfaatnya
secara optimal. Belum tuntasnya reformasi birokrasi secara menyeluruh, terutama
dalam hal rightsizing, business process, dan sumber daya manusia, kerap
dituding sebagai masalah utamanya.
Namun ternyata ada
kebutuhan masyarakat yang lebih besar dari itu semua, yakni kebutuhan
masyarakat terhadap informasi melalui keterbukaan informasi yang harus dipenuhi
oleh Pemerintah. Hal ini telah dijamin oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang sampai saat ini masih perlu
dilaksanakan secara menyeluruh dan berkualitas. Akses yang mudah dan efektif
bagi masyarakat terhadap pemenuhan informasi menjadi penting. Sebagai wujud
pemenuhan Pemerintah kepada masyarakat melalui Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 2 Tahun 2014 tentang aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagai
salah satu indikator utama keberhasilannya adalah keterbukaan informasi.
Menurut data dari
empat tahun implementasi UU KIP diketahui bahwa informasi yang banyak diminta
oleh masyarakat sebagai Pemohon Informasi adalah RKA/K/L, DPA, laporan
keuangan, laporan kinerja, serta pengadaan barang dan jasa. Namun di antara
informasi yang diminta tersebut banyak juga masyarakat yang sudah sadar haknya
untuk mengakses informasi yang telah dijamin oleh UU KIP, masyarakat yang
mengakses mengenai informasi agraria, info sumber dana, perizinan dan
kontrak/perjanjian.
Dengan kesiapan
Badan Publik dalam implementasi UU KIP ini maka tingkat korupsi akan semakin
mengecil karena keterbukaan informasi dari Badan Publik ini sudah
diimplementasikan.
Sedangkan ketidaksiapan
Badan Pulik dalam implementasi UU KIP ini akan berdampak kepada terbukanya
peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memanfaatkan UU KIP
ini sebagai lahan untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada tindak
pidana.
Pelaksanaan
Undang-Undang apapun tentunya akan memberikan dampak bagi pemerintah dan
masyarakat baik dampak yang positif maupun yang negatif. Dampak positif sudah
tentu menjadi harapan masyarakat terhadap pemerintah/Badan Publik agar
secepatanya Pemerintahan/Badan Publik menuju pengelolaan yang bersih (clean governance), transparan dan
akuntabel (good governance). Sehingga
kepercayaan masyarakat atau stakeholder meningkat dan akhirnya partisipasi
mereka meningkat. Hal ini jika terlaksana dengan baik Pemerintah/Badan Publik
akan mengalami peningkatan aliran investasi masuk yang cukup pesat, karena masyarakat
merasa terlindungi hak-hak terhadap pelayanan informasi publik dari Badan
Publik, dan mempunyai kepastian jaminan hukum.
Kelahiran UU KIP ini,
tentunya dapat mempercepat uapaya pemberantasan korupsi dan pencegahan KKN,
karena disisi lain UU KIP menjamin hak publik untuk mendapatkan informasi
publik atas kebijakan-kebijakan publik Pemerintah atau Badan Publik yang akan
dilaksanakan di masyarakat, sehingga masyarakat dapat ikut mengontrol atau
mengawal pelaksanaan kebijakan tersebut. Adanya kontrol yang baik dari
masyarakat atau publik terhadapan perencanaan kebijakan sampai pelaksanaannya
maka penyimpangan-penyimpangan kebijakan penyebab kebocoran-kebocoran yang
menghabat pencapaian sasaran dapat ditekan sekecil mungkin. Hal ini akan
mempercepat tercapainya pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Regulasi keterbukaan
informasi publik keterbukaan informasi publik merupakan pondasi dalam membangun
tata pemerintahan yang baik (good
governance). Pemerintahan yang transparan, terbuka dan partisipatoris dalam
seluruh proses pengelolaan kenegaraan, termasuk seluruh proses pengelolaan
sumber daya publik sejak dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta
evaluasinya. Eksistensi regulasi mengenai keterbukaan informasi publik dapat
mendorong suatu masyarakat menjadi lebih demokratis dengan memungkinkan adanya
akses masyarakat terhadap informasi yang dimiliki pemerintah. Baik pemerintah
pusat, pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga publik lain seperti lembaga
pendidikan dan lembaga kesehatan, misalnya rumah sakit.
Dengan adanya UU KIP,
Badan publik diwajibkan menyediakan informasi secara terbuka kepada publik
melalui media yang telah diatur sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ada
beberapa dampak positif UU KIP, seperti transparansi dan akuntabilitas
badan-badan publik, akselerasi pemberantasan KKN, optimalisasi perlindungan
hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik, persaingan usaha secara sehat,
terciptanya pemerintahan yang baik dan tata kelola badan-badan publik dan
akselerasi demokratisasi. Keterbukaan informasi publik yang dijalankan dengan
baik oleh Pemerintah/Badan publik akan menjadi media promosi seperti iklan,
bahkan kemampuanya akan melampaui bombastisnya iklan dimedia massa. Selain
mendukung tranparansi dan partisipasasi masyarakat dalam pengelolaan dan
pembangunan, KIP akan menjadi bentuk promosi atau pencitraan yang sangat baik
bagi pemerintah atau badan publik.
Walaupun demikian
pelaksanaan UU KIP ini tidak bisa lepas dari dampak negatif. Sebaik apapun
rancangan Undang-Undang dibuat pasti ada celah-celahnya. Celah inilah yang
dimanfaatkan orang-orang atau kelompok untuk kepentingan kelompok atau diri
sendiri. Kenyataan dilapangan banyak terjadi kasus-kasus pemerasan terhadap
institusi atau perorangan tidak memberikan kontribusi tertentu maka akan
disebarkan/dipublikasikan informasi negatif yang dimiliki institusi atau
perorangan, sehingga citranya akan menurun bahkan akan terjadi pembunuhan
karakter.
UU KIP sering
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mengambil
keuntungan, seperti mencari informasi yang seharusnya bersifat tertutup. Hal
seperti ini lah yang membuat para pejabat publik sedikit khawatir. Era
informasi masih seperti saat ini membuat membludaknya informasi yang terkadang
informasi-informasi tersebut belum jelas sumber dan kebenarannya tetapi telah
menyebarluas di masyarakat. Pihak- pihak tertentu dan mempunyai kepentingan ini
lah yang selalu berupaya untuk men-blowup
informasi tersebut demi mendapat citra yang baik bagi kenpentingan
dirinya.
Penyebarluasan
informasi untuk kepentingan sesuatu ini lah yang harus ditangkal oleh
pemerintah, masyarakat, dan kita bersama agar tidak menjadi korban dari ketidak
pahaman kita akan UU KIP. Karena terkadang isu yang sudah tersebar dimasyarakat
belum memenuhi unsur kebenaran sesuai dengan kenyataan. Jika belum akan
menyebabkan image yang terbangun di masyarakat terhadap intitusi itu
negatif. Kalau hal ini benar-benar
ditanggapi dan dipercaya oleh masyarakat atau pemangku kepentingan bawa,
pimpinan intitusi melakukan tidak kriminal seperti yang dikabarkan media massa
akan mengakibatkan saling curiga antara intitusi, Pemangkukepentingan dan media
massa. Pada akhirnya hubungan intitusi yang “jadi korban” dengan media massa
tidak harmonis, dan tentunya masyarakat juga akan menjadi bingung tentang
kebenaran sesuatu informasi tersebut.
B.
Identifikasi
Masalah
UU KIP sebenarnya telah menyiapkan
perlindungan pada Badan Publik maupun perorang dengan pasal 17. Pasal 17 ini
memberi ruang perlindungan informasi yang tidak bisa dipublikasikan (informasi
yang dikecualikan), dengan alasan membahayakan kepentingan Negara, hak pribadi,
berdasarkan Undang-Undang, atau informasi tersebut telah lolos pengujian
informasi yang dikecualikan.
Perlindungan semacam ini di atas kertas memang menjanjikan tetapi
dalam pelaksanaan sangat mudah untuk dilanggar. Kalau sudah terjadi pelanggaran
“koban” dapat kerjaan yang melehakan juga menghabiskan banyak biaya.
Media massa juga berdalih bahwa mereka juga telah menyediakan hak jawab. Hak jawab
yang mereka berikan tidak cukup, hanya disediakan kolom sangat kecil tidak bisa
memuat subtansi permasalahannya. Jika ingin kolom yang cukup harus
memasang advetorial di koran yang biayanya cukup mahal. Apalagi mengadukan
gugatan melalui Komisi Informasi masalah semakin tambah rumit dan melelahkan.
Pada hakekatnya
semua Undang-undang yang diciptakan oleh Negara adalah untuk melindungi hak ,
dan membatasi hak azasi warga Negara yang tak terbatas agar tidak memasuki
ranah hak orang lain. Jika dimaknai secara sederhana Undang-Undang /peraturan
diciptakan untuk mengatur Warga Negara yang tidak teratur. Bagi Warga Negara
yang sudah bisa mematuhi peraturan mereka akan bebas jeratan hukum.
Sehingga akan terciptanya masyarakat tenteram dan sejahtera saling
menghormati hak orang lain, tak ada orang yang mengambil sesuatu yang
bukan haknya atau mengusik ketenangan orang lain dengan berita yang belum tentu
kebenaranya.
Pers dan institusi yang
diwakili humas sebaiknya membangun reputasi masing-masing yang dapat dipercaya.
Praktisi humas harus senantiasa siap menyediakan materi-materi yang akurat
dimanasaja kapan saja itu dibutuhkan, demikian juga pers atau media massa.
Hanya dengan carai ini semua akan dinilai sebagai produk sumber informasi yang
akurat dan dapat dipertagungjawabkan. Bertolak dari kenyataan ini maka
komunikasi timbal balik yang saling menguntungkan akan labih mudah dan
diciptakan.
C.
Pembatasan
Masalah
Undang-Undang Keterbukan Informasi Publik no. 14 tahun 2008 dibuat
untuk mengatur partisipasi masyarakat dalam mengontrol pelaksanaan kebijakan
Pemerintah maupun Badan publik lainnya. Kenyataan peluang tersebut banyak
dimanfaatkan pers (mediamassa) dan LSM untuk mengeksploitasi Pemerintah atau
Badan Publik demi mengangkat reputasi mereka di mata masyarakat.
Sering terjadi pelanggaran yang dilakukan Pers atau LSM yang
mengeksploitasi klien sampai ke hak-hak pribadi atau rahasia yang mestinya
dilindungi udang-undang. Sehingga klien merasa jadi korban tetapi mereka tak
tahu harus mengadu kemana dan kepada siapa.
Masyarakat yang jadi karban enggan mengadukan kepada Komisi informasi
Publik. Pengaduan masalah seperiti ini disamping menguras tenaga, waktu
juga menguras biaya sehingga tak berdaya walau diperlakukan tidak adil.
Sosilalisasi
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik belum memadai. Sehingga
masyarakat belum begitu memahami secara detail yang akhirnya banyak melakukan
pelanggaran namun mereka tidak menyadarinya.
D.
Perumusan
Masalah
Apakah Pers dan LSM
melakukan eksploitasi kepada Badan Publik dengan dalih Keterbukaan Informasi
Publik ?
Seberapa besar dampak
eksploitasi tersebut terhadap pelayanan publik?
E.
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak dari implementasi UU KIP
terhadap pencegahan korupsi sekaligus membuka lahan untuk eksploitasi Badan
Publik.
F.
Kegunaan
Penelitian
Hasil penelitian ini
untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam pelaksanaan UU
KIP oleh Badan Publik, masyarakat dan terutama Komisi Informasi sebagai lembaga
yang mengawal Keterbukaan Informasi Publik.
BAB
II. KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi
Teori
B.
Penelitian
Yang Relevan
C.
Kerangka
Teori
D.
Hipotesis
BAB
III. METODE PENELITIAN
A.
Desain
Penelitian
B.
Definisi
Operasional Fariabel Penelitian
Populasi
dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
2. Sampel Penelitian
3. Teknik Pengambilan Sampel
4. Teknik Pengumpulan Data :
a.
Instrumen
Penelitian
b.
Teknik
Pengumpulan Data
5. Teknik Analisa Data
Tidak ada komentar:
Posting Komentar