Minggu, 17 April 2016

PROPOSAL PENELITIAN

IMPLEMENTASI UU KIP MENCEGAH KORUPSI SEKALIGUS MEMBUKA LAHAN UNTUK EKSPLOITASI BADAN PUBLIK

BAB I. PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang Masalah
Salah satu sektor penting dalam peningkatan kapasitas, kualitas serta kuantitas pemerintahan daerah adalah terbentuknya suatu sistem organisasi pemerintahan yang memiliki akuntabilitas pelayanan yang baik. Praktik akuntabilitas tersebut harus menjadi prioritas utama dalam membangun. Sebagai contoh adalah, sistem pemerintahan memiliki akuntabilitas terkait pelayanan publik yang baik.
Peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan salah satu agenda reformasi birokrasi, yang bertitik tolak dari kenyataan buruk kondisi factual kualitas pelayanan publik yang sebagian besar ditentukan oleh kualitas sikap dan karakter aparatur pemerintah yang tidak terpuji, korup, dan tidak bertanggung jawab.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, orientasi pada kekuasaan yang amat kuat selama ini telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari misinya untuk memberikan pelayanan publik. Birokrasi dan para pejabatnya lebih menempatkan dirinya sebagai penguasa dari pada sebagai pelayanan masyarakat. Akibatnya sikap dan perilaku birokrasi dalam penyelegaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Berkembangnya budaya paternalistik ikut memperburuk sistem pelayanan publik melalui penempatan kepentingan elite politik dan birokrasi sebagai variabel yang dominan dalam penyelengaraan pelayanan publik
Berbagai pendekatan pemberantasan korupsi yang telah dijalankan Pemerintah Indonesia, seperti diketahui lebih cenderung ke arah represif. Hal ini juga yang merupakan paradigma yang berkembang di masyarakat, bahwa pendekatan tersebut dinilai sebagai upaya yang efektif untuk menimbulkan efek jera.
Masyarakat Indonesia kini sudah semakin menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Aspek kemudahan dan kecepatan dalam layanan administratif menjadi tuntutan di tengah masyarakat yang kian dinamis ini. Kendati Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sudah banyak melakukan perbaikan atau pembenahan pada pelayanan publik, tapi praktiknya, masyarakat masih belum merasakan manfaatnya secara optimal. Belum tuntasnya reformasi birokrasi secara menyeluruh, terutama dalam hal rightsizing, business process, dan sumber daya manusia, kerap dituding sebagai masalah utamanya.
Namun ternyata ada kebutuhan masyarakat yang lebih besar dari itu semua, yakni kebutuhan masyarakat terhadap informasi melalui keterbukaan informasi yang harus dipenuhi oleh Pemerintah. Hal ini telah dijamin oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang sampai saat ini masih perlu dilaksanakan secara menyeluruh dan berkualitas. Akses yang mudah dan efektif bagi masyarakat terhadap pemenuhan informasi menjadi penting. Sebagai wujud pemenuhan Pemerintah kepada masyarakat melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2014 tentang aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagai salah satu indikator utama keberhasilannya adalah keterbukaan informasi.
Menurut data dari empat tahun implementasi UU KIP diketahui bahwa informasi yang banyak diminta oleh masyarakat sebagai Pemohon Informasi adalah RKA/K/L, DPA, laporan keuangan, laporan kinerja, serta pengadaan barang dan jasa. Namun di antara informasi yang diminta tersebut banyak juga masyarakat yang sudah sadar haknya untuk mengakses informasi yang telah dijamin oleh UU KIP, masyarakat yang mengakses mengenai informasi agraria, info sumber dana, perizinan dan kontrak/perjanjian.
Dengan kesiapan Badan Publik dalam implementasi UU KIP ini maka tingkat korupsi akan semakin mengecil karena keterbukaan informasi dari Badan Publik ini sudah diimplementasikan.
Sedangkan ketidaksiapan Badan Pulik dalam implementasi UU KIP ini akan berdampak kepada terbukanya peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memanfaatkan UU KIP ini sebagai lahan untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada tindak pidana.
Pelaksanaan Undang-Undang apapun tentunya akan memberikan dampak bagi pemerintah dan masyarakat baik dampak yang positif maupun yang negatif. Dampak positif sudah tentu menjadi harapan masyarakat terhadap pemerintah/Badan Publik agar secepatanya Pemerintahan/Badan Publik menuju pengelolaan yang bersih (clean governance), transparan dan akuntabel (good governance). Sehingga kepercayaan masyarakat atau stakeholder meningkat dan akhirnya partisipasi mereka meningkat. Hal ini jika terlaksana dengan baik Pemerintah/Badan Publik akan mengalami peningkatan aliran investasi masuk yang cukup pesat, karena masyarakat merasa terlindungi hak-hak terhadap pelayanan informasi publik dari Badan Publik, dan mempunyai kepastian jaminan hukum.  
Kelahiran UU KIP ini, tentunya dapat mempercepat uapaya pemberantasan korupsi dan pencegahan KKN, karena disisi lain UU KIP menjamin hak publik untuk mendapatkan informasi publik atas kebijakan-kebijakan publik Pemerintah atau Badan Publik yang akan dilaksanakan di masyarakat, sehingga masyarakat dapat ikut mengontrol atau mengawal pelaksanaan kebijakan tersebut. Adanya kontrol yang baik dari masyarakat atau publik terhadapan perencanaan kebijakan sampai pelaksanaannya maka penyimpangan-penyimpangan kebijakan penyebab kebocoran-kebocoran yang menghabat pencapaian sasaran dapat ditekan sekecil mungkin. Hal ini akan mempercepat tercapainya pemerataan kesejahteraan masyarakat.  
Regulasi keterbukaan informasi publik keterbukaan informasi publik merupakan pondasi dalam membangun tata pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang transparan, terbuka dan partisipatoris dalam seluruh proses pengelolaan kenegaraan, termasuk seluruh proses pengelolaan sumber daya publik sejak dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan serta evaluasinya. Eksistensi regulasi mengenai keterbukaan informasi publik dapat mendorong suatu masyarakat menjadi lebih demokratis dengan memungkinkan adanya akses masyarakat terhadap informasi yang dimiliki pemerintah. Baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga publik lain seperti lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan, misalnya rumah sakit.   
Dengan adanya UU KIP, Badan publik diwajibkan menyediakan informasi secara terbuka kepada publik melalui media yang telah diatur sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ada beberapa dampak positif UU KIP, seperti transparansi dan akuntabilitas badan-badan publik, akselerasi pemberantasan KKN, optimalisasi perlindungan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik, persaingan usaha secara sehat, terciptanya pemerintahan yang baik dan tata kelola badan-badan publik dan akselerasi demokratisasi. Keterbukaan informasi publik yang dijalankan dengan baik oleh Pemerintah/Badan publik akan menjadi media promosi seperti iklan, bahkan kemampuanya akan melampaui bombastisnya iklan dimedia massa. Selain mendukung tranparansi dan partisipasasi masyarakat dalam pengelolaan dan pembangunan, KIP akan menjadi bentuk promosi atau pencitraan yang sangat baik bagi pemerintah atau badan publik.
Walaupun demikian pelaksanaan UU KIP ini tidak bisa lepas dari dampak negatif. Sebaik apapun rancangan Undang-Undang dibuat pasti ada celah-celahnya. Celah inilah yang dimanfaatkan orang-orang atau kelompok untuk kepentingan kelompok atau diri sendiri. Kenyataan dilapangan banyak terjadi kasus-kasus pemerasan terhadap institusi atau perorangan tidak memberikan kontribusi tertentu maka akan disebarkan/dipublikasikan informasi negatif yang dimiliki institusi atau perorangan, sehingga citranya akan menurun bahkan akan terjadi pembunuhan karakter.  
UU KIP sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mengambil keuntungan, seperti mencari informasi yang seharusnya bersifat tertutup. Hal seperti ini lah yang membuat para pejabat publik sedikit khawatir. Era informasi masih seperti saat ini membuat membludaknya informasi yang terkadang informasi-informasi tersebut belum jelas sumber dan kebenarannya tetapi telah menyebarluas di masyarakat. Pihak- pihak tertentu dan mempunyai kepentingan ini lah yang selalu berupaya untuk men-blowup informasi tersebut demi mendapat citra yang baik bagi kenpentingan dirinya.   
Penyebarluasan informasi untuk kepentingan sesuatu ini lah yang harus ditangkal oleh pemerintah, masyarakat, dan kita bersama agar tidak menjadi korban dari ketidak pahaman kita akan UU KIP. Karena terkadang isu yang sudah tersebar dimasyarakat belum memenuhi unsur kebenaran sesuai dengan kenyataan. Jika belum akan menyebabkan image yang terbangun di masyarakat terhadap intitusi itu negatif.  Kalau hal ini benar-benar ditanggapi dan dipercaya oleh masyarakat atau pemangku kepentingan bawa, pimpinan intitusi melakukan tidak kriminal seperti yang dikabarkan media massa akan mengakibatkan saling curiga antara intitusi, Pemangkukepentingan dan media massa. Pada akhirnya hubungan intitusi yang “jadi korban” dengan media massa tidak harmonis, dan tentunya masyarakat juga akan menjadi bingung tentang kebenaran sesuatu informasi tersebut.
B.           Identifikasi Masalah
UU KIP sebenarnya telah menyiapkan perlindungan pada Badan Publik maupun perorang dengan pasal 17. Pasal 17 ini memberi ruang perlindungan informasi yang tidak bisa dipublikasikan (informasi yang dikecualikan), dengan alasan membahayakan kepentingan Negara, hak pribadi, berdasarkan Undang-Undang, atau informasi tersebut telah lolos pengujian informasi yang dikecualikan.
Perlindungan semacam ini di atas kertas memang menjanjikan tetapi dalam pelaksanaan sangat mudah untuk dilanggar. Kalau sudah terjadi pelanggaran “koban” dapat kerjaan yang melehakan juga menghabiskan banyak biaya.  Media massa juga berdalih bahwa mereka juga telah menyediakan hak jawab. Hak jawab yang mereka berikan tidak cukup, hanya disediakan kolom sangat kecil tidak bisa memuat subtansi  permasalahannya. Jika ingin kolom yang cukup harus memasang advetorial di koran yang biayanya cukup mahal. Apalagi mengadukan gugatan melalui Komisi Informasi masalah semakin tambah rumit dan melelahkan.
Pada  hakekatnya semua Undang-undang yang diciptakan oleh Negara adalah untuk melindungi hak , dan membatasi hak azasi warga Negara yang tak terbatas agar tidak memasuki ranah hak orang lain. Jika dimaknai secara sederhana Undang-Undang /peraturan diciptakan untuk mengatur Warga Negara yang tidak teratur. Bagi Warga Negara yang sudah bisa mematuhi peraturan mereka akan  bebas jeratan hukum. Sehingga akan terciptanya masyarakat  tenteram dan sejahtera saling menghormati hak orang lain,  tak ada orang yang mengambil sesuatu yang bukan haknya atau mengusik ketenangan orang lain dengan berita yang belum tentu kebenaranya.
Pers dan institusi yang diwakili humas sebaiknya membangun reputasi masing-masing yang dapat dipercaya. Praktisi humas harus senantiasa siap menyediakan materi-materi yang akurat dimanasaja kapan saja itu dibutuhkan, demikian juga pers atau media massa. Hanya dengan carai ini semua akan dinilai sebagai produk sumber informasi yang akurat dan dapat dipertagungjawabkan. Bertolak dari kenyataan ini maka komunikasi timbal balik yang saling menguntungkan akan labih mudah dan diciptakan.
C.          Pembatasan Masalah
Undang-Undang Keterbukan Informasi Publik no. 14 tahun 2008 dibuat untuk mengatur partisipasi masyarakat dalam mengontrol pelaksanaan kebijakan Pemerintah maupun Badan publik lainnya. Kenyataan peluang tersebut banyak dimanfaatkan pers (mediamassa) dan LSM untuk mengeksploitasi Pemerintah atau Badan Publik demi mengangkat reputasi mereka di mata masyarakat.
Sering terjadi pelanggaran yang dilakukan Pers atau LSM yang mengeksploitasi klien sampai ke hak-hak pribadi atau rahasia yang mestinya dilindungi udang-undang. Sehingga klien merasa jadi korban tetapi mereka tak tahu harus mengadu kemana dan kepada siapa.
Masyarakat yang jadi karban enggan mengadukan kepada Komisi informasi Publik. Pengaduan masalah  seperiti ini disamping menguras tenaga, waktu juga menguras biaya sehingga tak berdaya walau diperlakukan tidak adil.
Sosilalisasi Undang-undang  Keterbukaan Informasi Publik belum memadai. Sehingga masyarakat belum begitu memahami secara detail yang akhirnya banyak melakukan pelanggaran namun mereka tidak menyadarinya.
D.          Perumusan Masalah
Apakah Pers dan LSM melakukan eksploitasi kepada Badan Publik dengan dalih Keterbukaan Informasi Publik ?
Seberapa besar dampak eksploitasi tersebut terhadap pelayanan publik?
E.           Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak dari implementasi UU KIP terhadap pencegahan korupsi sekaligus membuka lahan untuk eksploitasi Badan Publik.
F.           Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam pelaksanaan UU KIP oleh Badan Publik, masyarakat dan terutama Komisi Informasi sebagai lembaga yang mengawal Keterbukaan Informasi Publik.

BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A.    Deskripsi Teori
B.     Penelitian Yang Relevan
C.    Kerangka Teori
D.    Hipotesis

BAB III. METODE PENELITIAN
A.    Desain Penelitian
B.     Definisi Operasional Fariabel Penelitian
Populasi dan Sampel Penelitian
1.      Populasi Penelitian
2.      Sampel Penelitian
3.      Teknik Pengambilan Sampel
4.      Teknik Pengumpulan Data :
a.      Instrumen Penelitian
b.      Teknik Pengumpulan Data
5.      Teknik Analisa Data

Alat Dan Bahan Yang Digunakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar